Kamis, 01 Agustus 2013

Aplikasi Klinis Transfer Factor


Kondisi dominant-TH1 secara umum tidak dapat ditolong oleh transfer factor. Namun beberapa penyakit seperti rheumatoid arhtritis, multiple sclerosis, and Crohn’s disease, dapat timbul sebagai akibat adanya infeksi atau reaksi terhadap patogen. Jika respon TH1 tidak cukup adekuat untuk mendorong sistem imun menyerang mikroba, maka transfer factor akan meningkatkan proses penyerangan tersebut dan sangat efektif pada kasus-kasus tertentu. Secara klinis hal ini dapat terjadi pada kasus-kasus seperti: Crohn’s disease, multiple sclerosis, and chronic Lyme disease, dimana terjadi kondisi dominant-TH1.
Transfer factor dapat meningkatkan fungsi imunitas seluler atau mendorong terjadinya kondisi TH2 menjadi TH1. Hal ini sangat berguna pada keadaan dominan-TH2. Secara normal, pada saat terpapar bakteri dan infeksi pada masa kanak-kanak, yang ada pada kondisi dominant-TH2, maka kondisi TH1 akan ditingkatkan sehingga kemudian terjadi keseimbangan TH1/TH2. (5) Jika kondisi dominant-TH2 tetap terjadi, akan mengakibatkan terjadinya atopic, atau keadaan alergi. Kita melihat hal ini dengan semakin banyaknya tingkat kejadian allergic symptoms, postnasal drip, asthma, dsb.

Di sisi lain akibat kondisi dominant-TH2 adalah penurunan TH1 atau imunitas seluler. Sehingga kita melihat makin banyak terjadinya kasus infeksi virus, infeksi jamur, dan kanker. Vaksinasi diberikan untuk mendorong terciptanya kondisi TH2. Untuk membantu mengatasi masalah ini, kita dapat menggunakan Transfer factor sebelum dan sesudah imunisasi.


Cancer, Cell-mediated Immunity (TH1), and Transfer Factor

Karena kanker berhubungan dengan kondisi defisiensi/penurunan kondisi TH1, transfer factor harus dipertimbangkan pada terapi peningkatan imun pasien kanker. Faktor-faktor yang dapat menurunkan imunitas seluler/TH1 dan terjadi peningkatan dominant-TH2 adalah: umur, perawatan kanker yang sitotoksik, stress setelah pembedahan, penyakit metastatis, dll. (6) Cell-mediated immunity (CMI) dapat menjadi predictor tingkat morbiditas dan mortalitas pada usia di atas 60 tahun. Pada pasien dengan liver metastases atau colon rectal carcinoma, CMI adalah faktor prediksi seseorang dapat bertahan atau tidak. (7) Penurunan imunitas seluler seiring dengan peningkatan sirkulasi imun kompleks, mengindikasikan buruknya prognosis pada pasien kanker. (8) Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien dengan kanker kulit multiple terdapat kerusakan/penurunan CMI. (9) Pada penelitian pasien kanker rahim, yang dibandingkan dengan grup control, mereka yang menjalani kemoterapi terjadi penurunan pada parameter imunnya (seperti, penurunan cell-mediated immunity), sementara grup yang menerima immunotherapy (dalam hal ini, thymopeptin) parameter imunnya berada dalam batas normal. (10,11)

Penurunan imunitas pada pasien kanker, menyebabkan mereka mudah terkena infeksi oleh berbagai virus, seperti herpes zoster and cytomegalovirus (CMV). Infeksi terjadi sebagai akibat dari terapi cytotoxic therapy dan defisiensi imunitas seluler / TH1. (12) Kondisi dominant-TH1, ditandai dengan peningkatan jumlah IL-2 dan IFN-gamma, bertindak sebagai stimulator imun dan membatasi pertumbuhan tumor. Sebaliknya, kondisi dominant-TH2, ditandai dengan IL-4 and IL-10 cytokines, bertindak sebagai penghambat imun dan menstimulasi pertumbuhan tumor. Perkembangan HIV menjadi infeksi HHV8 disertai Kaposi sarcoma, ulcerative colitis, berkembangnya kanker kolon, obesitas, dan peningkatan kejadian terjadinya karsinoma, semuanya adalah berhubungan dengan peningkatan kondisi TH2 (dan penurunan kondisi TH1). Studi menunjukkan bahwa pergeseran kondisi menjadi dominant-TH2 terjadi sebelum transformasi kanker. Ketika sel kanker tumbuh, sel menjadi semakin hypoxic. Hal ini menyebabkan imunitas seluler lebih tertekan, dan terjadi penurunan daya tahan. Studi menunjukkan bahwa respon imun TH2 berhubungan dengan kondisi proangiogenesis, yang memfasilitasi pertumbuhan kanker. (13)

Transfer factor menunjukkan kemampuan memperbaiki imunitas seluler pada pasien yang mengalami penurunan imunitas. (14) Karena Transfer Factor dapat meningkatkan imunitas seluler atau TH1, maka ia sangat menolong pada kondisi seperti ini. Sebagai contoh, dengan memerintahkan cell-mediated immunity melawan pengganggu dan antigen spesifik pada jaringan prostate, Transfer Factor sangat efektif pada perawatan Kanker prostate yang sudah metastasis pada stadium D3 hormone-unresponsive. Follow-up menunjukkan peningkatan rata-rata hidup pada 50 pasien, dengan penyembuhan total pada 2 pasien, kemungkinan sembuh pada 6 pasien, dan tidak terjadinya metastasis pada semua pasien. (14,15) Penggunaan Transfer factor menunjukkan perbaikan pertahanan sebagai suatu hal penting untuk menghentikan perkembangan sel kanker. (16)

Sebelum transfer factor dapat diekstrak dari kolostrum, ia hanya dapat diperoleh dari hasil dialisa leukosit (DLE=dialyzed leukocyte extract). Pada literature dikatakan bahwa DLE antigen tertentu telah digunakan untuk berbagai kondisi infeksi virus, kondisi autoimun, dan kanker tertentu. Telah ditemukan bahwa DLE memfasilitasi imun untuk menjadi antigen tumor. It has been found that DLE facilitated immunity to tumor-associated antigen. Fudenburg menunjukkan bahwa transfer factor dari donor terpilih dapat meningkatkan respon awal sel pada pasien dengan osteogenik sarcoma.

Salah satu faktor yang melemahkan sel imun pertahanan awal tubuh kita adalah lingkungan (seperti bahan kimia atau polusi logam berat). Penelitian telah menunjukkan bahwa pemaparan dalam waktu lama oleh polychlorinated hydrocarbons dapat menekan proses fagositosis, penurunan aktivitas NK sel, dan penurunan respon limfosit pada tikus. (17) berakibat pada penurunan pengaturan sistem imun, dengan respon TH2 yang lebih dominant, terjadi bila terpapar dengan merkuri. Sehingga respon TH1 tidak membaik, meningkatkan kasus terjadinya kanker hingga penyakit autoimun. (18)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar